Kaum LGBT Ramai-ramai Kabur dari Brunei Karena Takut Dirajam Hingga Mati
RIAU24.COM - Kebijakan tegas yang diterapkan Pemerintah Brunei Darussalam, dikabarkan membuat orang-orang dari komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), merasa jerih.
Mereka dikabarkan ramai-ramai kabur dari negara itu, setelah pemerintah setempat memberlakukan sanksi hukuman syariah, berupa rajam sampai mati, bagi pelaku LGBT.
Setelah enam tahun disosialisaikan, aturan itu akhirnya benar-benar diberlakukan mulai Rabu 3 April 2019 kemarin. Kerajaan Brunei mengabaikan kecaman global dan meminta semua pihak menghormati hak negara itu dalam membuat dan menerapkan hukum sendiri.
"Ini benar-benar menakutkan," kata Khairul, seorang pria gay muda di Brunei, kepada CNN.
Sejumlah narasumber dari kaum LGBT yang sempat diwawancarai CNN, meminta identitas asli mereka dirahasiakan. Alasannya karena keselamatan mereka dan keluarga mereka.
"Saya pikir saya tidak akan diterima. (Saya pikir) saya akan diusir oleh keluarga saya, (saya pikir) saya akan dikirim ke konseling agama, untuk membantu saya berubah," kata Khairul, dilansir sindonews.
"Tapi, itu lebih buruk daripada yang saya pikirkan, karena dirajam. Itu membuat saya merasa bahwa jika itu menjadi kenyataan, saya mungkin juga pergi," ujarnya.
Sementara itu, wanita transgender yang minta diidentifikasi sebagai Zain, sudah terlebih dahulu minggat dari Brunei, tepatnya pada akhir 2018 lalu. Saat ini, Zain mencari suaka di Kanada.
"Saya ingin menjalani hidup saya dengan cara saya sendiri, dalam arti bahwa saya ingin menjadi seorang wanita. Saya ingin hidup tanpa fundamentalisme agama, konservatisme, jadi saya baru saja meninggalkan negara itu," ujarnya.
Sumber lainnya, Shahiran S. Shahrani, mengaku sudah kabur dari Brunei pada Oktober 2018 lalu. Saat ini, ia tinggal di Vancouver, British Columbia.
"Saya tidak pernah (memberi tahu) keluar ke keluarga saya, saya tidak pernah memberi tahu mereka. Saya selalu menyembunyikannya, saya selalu hidup dalam ketakutan bahwa orang akan tahu," katanya.
Shahrani menyaksikan dari jauh ketika aturan itu mulai diterapkan Pemerintah Brunei. "Saya tahu bahwa Brunei selalu ingin memiliki hukum Syariah di negara itu, saya sudah merasakannya sejak saya masih kecil," ujarnya.
"Tapi saya tidak bisa membayangkan hidup di bawah hukum Syariah. Menjadi gay di Brunei cukup sulit. "Sulit untuk berpikir bahwa hanya dengan menjadi siapa anda bisa membuat anda dirajam sampai mati," tambahnya.
Untuk diketahui, Brunei Darussalam, adalah kerajaan yang dipimpin Sultan Hassanal Bolkiah. Saat ini, negara ini memiliki populasi sekitar 450.000 jiwa.
Dalam situs web pemerintah, Sultan Bolkiah meminta semua pihak menghormati hak Brunei untuk membuat dan menerapkan hukumnya sendiri.
"(Sultan) tidak mengharapkan orang lain untuk menerima dan setuju dengan hal itu, tetapi itu akan cukup jika mereka hanya menghormati bangsa dengan cara yang sama seperti itu juga menghormati mereka," bunyi pernyataan Sultan di situs tersebut. ***