Menu

People Power Muncul Akibat Kecurangan yang Dibiarkan, Keluarga Besar UI Siap Jadi Pelopor

Siswandi 14 May 2019, 23:05
Susana pertemuan IKN UI dengan pimpinan DPR di Kompleks Senayan. Foto: int
Susana pertemuan IKN UI dengan pimpinan DPR di Kompleks Senayan. Foto: int

RIAU24.COM -  Wacana pemberontakan sosial atau people power, yang kini terus membesar, dinilai sebagai akibat dari kecurangan yang terkesan dibiarkan dan tidak ada solusi dari pihak terkait, khususnya pemerintah.

Terkait hal itu, Ikatan Keluarga Besar (IKB) Universitas Indonesia (UI) menyatakan sikap tegas. IKB UI juga siap jadi pelopor gerakan tersebut.

Hal itu terungkap dalam pertemuan IKB UI saat bertemu dengan dua pimpinan DPR RI, Selasa, 14 Mei 2019. Dalam pertemuan yang digelar di Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kedatangan pengurus IKB UI diterima Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah.

Selain menyorot tentang dugaan kecurangan Pemilu 2019, perwakilan IKB UI tersebut juga menyoroti banyaknya anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia. Menurut data  yang dihimpun terakhir, korban meninggal disebutkan sudah mencapai 600 orang.

Juru Bicara IKB UI, Ahmad Nur Hidayat, menilai, kerisauan yang dirasakan pihaknya saat ini terkait kondisi politik di Tanah Air, dinilai sudah menjadi kekhawatiran bersama.

Karena itu, masyarakat Indonesia dari kalangan terdidik atau ia sebutkan masyarakat intelektual organik, perlu angkat suara dan bersikap. Oleh karena itu, wacana pemberontakan sosial atau people power yang belakangan muncul baginya adalah hal yang wajar.
        
"Kami melihat arus bahwa ini gejolaknya luar biasa. Dan kalau seandainya dari pejabat negara, wakil-wakil rakyat institusi pemerintah bertindak status quo seperti ini, membiarkan tidak ada langkah konkret, maka kami takutkan people power terjadi," ujarnya, dilansir viva.

"Dan bisa jadi, UI, kami mempelopori people power manakala kecurangan, penyimpangan, kebohongan, terus dipertontonkan di hadapan masyarakat tanpa ada penyelesaian konkret dari aparat atau pejabat negara yang berwenang," tambahnya lagi.

Salah Rekrut

Sedangkan terkait banyaknya petugas KPPS yang meninggal, Ahmad Nur Hidayat menilai, kondisi ini terjadi karena proses rekrutmen yang salah.

"Dalam proses rekrutmen seorang anak manusia warga negara Indonesia, itu menurut kami tidak tepat. Sudah bisa masuk dalam abuse of recruitment atau disebut slavery modern atau perbudakan modern," ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Advokasi Hukum IKB UI, Djuju Purwantoro, mendesak  pemerintah mengungkap secara tuntas sebab akibat kematian massal petugas Pemilu.

DPR dan Bawaslu juga diminta melakukan investigasi terhadap kecurangan-kecurangan proses Pemilu 2019.

Menurut Djuju, selama prosesnya telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif.

"Kami menyatakan kematian massal anggota KPPS tersebut sebagai bencana nasional yang patut mendapat perhatian serius pemerintah," ujarnya. ***