Menu

Tokoh Relawan Jokowi Ini Desak Pemerintah Bersikap Tegas Soal Uighur: Jangan Tutup Mata

Satria Utama 26 Dec 2019, 05:59
Jokowi dan Xi Jinping
Jokowi dan Xi Jinping

RIAU24.COM -  Persekusi dan penyiksaan yang dilakukan rezim Komunis China terhadap muslim Uighur membuat banyak pihak geram. Kecaman dan desakan agar China menghentikan kebijakan rasis tersebut tersebut telah disuarakan sejumlah negara. Namun Indonesia tidak termasuk sebagai negara yang bersuara lantang.

Menyikapi hal itu, Ketua Umum Relawan Jokowi Bersatu (RJB) Silvia Devi Soembarto mengingatkan pemerintah Indonesia segera membuat pernyataan yang terang dalam menyikapi masalah etnis Uighur di Tiongkok.

Politikus Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) itu mengatakan, sikap diam pemerintah bukan solusi atas masalah yang dihadapi etnis muslim di Provinsi Xinjiang tersebut.

“Kami khawatir bila pemerintah berdiam diri, sama saja membiarkan aksi-aksi protes atas tindakan penguasa Tiongkok makin meluas di wilayah Indonesia,” ujar Silvia seperti dilansir jpnn.com, Kamis (26/12).

Ia juga menegaskan, konstitusi Indonesia secara jelas menyatakan bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa. Menurut Silvia, alinea pertama Pembukaan UUD 1945 dengan tegas menolak penjajahan atas suatu kaum atau bangsa.

“Tindakan semena-mena dan persekusi pemerintah Tiongkok terhadap minoritas Uighur harus dihentikan demi kemanusiaan dan keadilan. Pemerintah Indonesia jangan menutup mata dengan tindakan persekusi terhadap warga Uighur,” tegasnya.

Silvia menambahkan, Indonesia harus memanfaatkan perannya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk berada di garda terdepan dalam mengajak dunia menentang tindakan pemerintah Tiongkok terhadap etnis muslim Uighur.
Menurutnya, pemerintah Tiongkok harus bisa membedakan warga Uighur yang terlibat separatisme dengan yang sekadar ingin hidup damai di negeri dengan jumlah penduduk terbesar di dunia itu.

“Perlu dipisahkan mana Uighur yang ingin memerdekakan diri dari Tiongkok dengan yang ingin hidup damai. Kasihan sebagian bangsa Uighur yang tidak mengerti akhirnya menjadi korban dan dicap separatis,” tuturnya.***