Menu

Kata Jansen Sitindaon, Partai Jadi Rusak Jika Ketum di Luar Keluarga SBY

Azhar 3 Feb 2021, 17:11
Wasekjend Partai Demokrat Jansen Sitindaon. Foto: Istimewa/Internet
Wasekjend Partai Demokrat Jansen Sitindaon. Foto: Istimewa/Internet

RIAU24.COM -   Wasekjend Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengaku tak mau partainya dipimpin selain dari keluarga besar Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pengakuan ini disampaikannya melalui akun media sosial Twitter miliknya @jansen_jsp, Rabu, 3 Februari 2021. Alasannya karena terbukti partai menjadi rusak setelah Demokrat dinahkodai oleh orang-orang luar SBY.

Tak hanya itu, menurutnya partai malah menjadi tidak solid dan bebannya masih dapat dirasakan hingga saat ini.

"Dalam kepemimpinan Demokrat mahzab saya garis SBY. Hanya garis ini yang mampu solidkan partai. Karena ngapain kita habiskan usia di partai yang tak solid," tandasnya.

"Partai ini sudah pernah terbuka memberi kepemimpinan ke orang lain, yang ada partai rusak. Bahkan beban dan capnya terasa sampai sekarang," lugasnya.

Dari ucapan Jansen tersebut, petinggi partai bermasalah yang pernah memimpin Demokrat hanyalah Anas Urbaningrum. Dia menjadi tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji (gratifikasi) terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikutip dari merdeka.com.

Anas menjadi tersangka setelah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin membeberkan keterlibatan Anas dalam proyek Hambalang. Pada akhir September 2014, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada Anas.

Selain itu, dia juga diwajibkan membayar denda Rp300 juta subsider kurungan selama tiga bulan dikutip dari kompas.com. Setelah dijatuhi vonis tingkat pertama, Anas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Pada Februari 2015, majelis hakim banding memutus hukuman Anas menjadi 7 tahun penjara atau turun 1 tahun dibandingkan vonis di tingkat pertama. Lalu dia mengajukan permohonan lagi ke kasasi ke Mahkamah Agung yang berakhir dengan penolakan.

Majelis hakim kasasi yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar menjatuhkan vonis 14 tahun penjara. Selain itu, dia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp57.592.330.580 kepada negara.