Dikirim AS ke Ukraina, Bom Curah yang Mirip Ranjau Darat Miliki Bahaya Mematikan
RIAU24.COM - Washington berencana memasok bom curah ke Ukraina sebagai bagian dari paket bantuan militer senilai US$800 juta untuk membantu negara itu melawan invasi Rusia.
Dalam sebuah pernyataan yang dikirim kepada wartawan pada hari Jumat (07/07), Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan bahwa senjata dan peralatan dalam paket bantuan baru ini "penting untuk memperkuat pasukan pemberani Ukraina di medan perang dan membantu mereka merebut kembali wilayah kedaulatan Ukraina dan membela warga mereka."
Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menolak memasok senjata macam ini ke Ukraina.
Berbicara di Wina, Austria, Baerbock mengatakan pemerintah Jerman mendukung Konvensi Oslo, yang dianggap sebagai tonggak sejarah dalam perang melawan bahan peledak yang kontroversial. Larangan internasional terhadap pemakaian bom curah mulai berlaku pada 2010.
Hingga saat ini, 110 negara telah bergabung dengan sebuah konvensi untuk melarang pemakaian bom ini dalam apa yang disebut Convention on Cluster Munitions.
Ada pula 13 negara lainnya telah menandatangani tetapi belum meratifikasi konvensi tersebut, sehingga belum wajib mengimplementasikannya. Negara yang menandatangani berarti menyatakan berkomitmen untuk tidak memproduksi, menimbun, atau menggunakan senjata jenis ini.
Korban bom curah terbanyak dari Suriah
Beberapa negara terbesar di dunia, seperti Rusia, AS, Cina, India, Pakistan dan Ukraina belum menandatangani konvensi pelarangan tersebut.
Terlepas dari pengadopsian konvensi, proporsi korban bom curah telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, karena peningkatan penggunaan bom dan karena dampaknya terdokumentasi lebih baik. Tahun 2020, misalnya, setengah dari keseluruhan korban bom curah tercatat ada di Suriah.
Di negara ini bom curah telah digunakan sejak 2012. Para korban berjatuhan baik dari serangan langsung yang menggunakan bom curah maupun oleh komponen residu yang belum meledak.
Menurut organisasi hak asasi manusia, Human Rights Watch, pasukan Rusia telah "secara ekstensif menggunakan bom curah di Ukraina, membunuh banyak warga sipil dan menyebabkan kerusakan serius lainnya pada warga sipil," kata organisasi nonpemerintah ini.
Menyerahkan amunisi semacam itu ke Kyiv "pasti akan menyebabkan penderitaan jangka panjang bagi warga sipil," lanjut Human Rights Watch.
Namun beberapa pakar militer percaya bahwa bom curah dapat membantu Ukraina memukul mundur pasukan Rusia yang bersembunyi di parit-parit perlindungan.
Bahaya mirip ranjau darat
Bom curah dapat dijatuhkan sebagai bom dari pesawat terbang atau ditembakkan sebagai roket dari howitzer, senjata artileri, dan peluncur roket.
Bom ini berisi ratusan submunisi yang lebih kecil, yang dikenal sebagai "bomblets", yang kemudian jatuh bebas secara acak di area luas yang ukurannya berkisar dari beberapa lapangan sepak bola hingga beberapa hektar. Dengan demikian, bom ini tidak hanya membunuh tentara, tetapi juga warga sipil, termasuk banyak anak-anak.
Amunisi semacam itu telah digunakan sejak Perang Dunia Kedua dan dikerahkan secara ekstensif dalam Perang Vietnam. Selama Perang Vietnam, AS menjatuhkan sekitar 260 juta bom curah hingga ke Laos, menjadikan Laos sebagai negara dengan tingkat kontaminasi bom curah tertinggi di dunia.
Menurut organisasi amal Humanity & Inclusion atau yang dikenal sebagai Handicap International, hanya sekitar 40% dari bomblets dalam bom curah yang meledak saat kali pertama ditembakkan. Amunisi yang tidak meledak masih dapat menimbulkan ancaman mematikan hingga beberapa dekade setelahnya.
Amunisi tersebut tetap bisa meledak dan dapat melukai atau membunuh makhluk hidup kapan saja. Bom ini punya cara kerja yang sama berbahayanya dengan ranjau darat, terkadang membuat daerah yang terkena dampak tidak dapat dihuni. Beberapa daerah di Laos, misalnya, tetap terkontaminasi selama beberapa dekade setelah perang berakhir.
Populasi sipil sangat terpengaruh oleh penggunaan bom curah ini. Laporan pemantauan tahun 2022 yang disusun oleh Cluster Munition Coalition menemukan bahwa 97% korban adalah warga sipil dan 66% dari mereka yang terluka atau terbunuh adalah anak-anak. Pada Agustus 2022, Ukraina adalah satu-satunya negara tempat bom curah dikerahkan, menurut laporan tersebut.
Produsen bom curah termasuk AS, Cina, dan Rusia
Saat ini, ada 16 negara yang memproduksi bom curah dan belum berkomitmen untuk menghentikannya, menurut laporan Cluster Munition Coalition. Negara-negara tersebut adalah Brasil, Cina, Mesir, Yunani, India, Iran, Israel, Korea Utara, Pakistan, Polandia, Rumania, Rusia, Singapura, Korea Selatan, Turki, dan AS.
Tahun lalu pasukan Rusia di Ukraina mengerahkan setidaknya dua jenis bom curah yang baru dikembangkan, lanjut laporan itu.
Menjelang pengumuman paket bantuan AS, direktur eksekutif Asosiasi Kontrol Senjata AS berbicara menentang transfer senjata semacam itu. Mengirim senjata macam ini "akan meningkatkan (ketegangan), kontraproduktif, dan hanya semakin meningkatkan bahaya bagi warga sipil yang terperangkap di zona pertempuran dan mereka yang, suatu hari nanti, akan kembali ke kota, desa, dan pertanian mereka," ujar Daryl Kimball.
(***)